Jacob Ereste : “Olah Raga, Olah Pikir dan Olah Batin Manusia Yang Tidak Harmoni dan Tidak Seimbang Dalam Tatanan Spiritualitas.”

Banten, petenews.co.id

Potensi manusia itu sangat sempurna diciptakan oleh Tuhan, meliputi raga, jiwa dan sukma. Sehingga pengertian tentang raga itu bentuknya fisik, jiwa itu wujudnya psikis atau mental yang meliputi pikiran, perasaan, kehendak dan kesadaran diri. Sedangkan Sukma acap disebut spiritual karena merupakan roh — sebagai dimensi yang menghubungkan manusia dengan nilai-nilai ilahi yang bersifat transendental.

Semua potensi manusia ini membuktikan kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dibanding makhluk lainnya, termasuk Iblis, syaitan maupun malaikat.

Kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan — yang juga disebut sebagai khalifatullah dalam arti wakil Tuhan di bumi — dibuktikan oleh kesempurnaan tidak berarti tanpa batas,sebab kesempurnaan yang sesungguhnya hanyalah milik Tuhan. Dan semua itu menunjukkan bahwa manusia mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk berkembang, memilih dan menentukan cara hidupnya yang lebih disukai dengan sepenuh rasa tanggung jawab terhadap seluruh konsekuensi yang akan terjadi kemudian.

Potensi yang dimiliki setiap manusia menjadi dasar utama untuk menjalani kehidupan agar lebih bermakna, bermanfaat dan berkontribusi untuk kebaikan bagi sesama manusia, alam dan Tuhan sendiri sebagai Penguasa atas diri setiap manusia. Karenanya, menjadi sulit diterima akal ketika seseorang tidak bersikap baik kepada sesama manusia, kepada alam raya dan seisi jagat ini sebagai ekspresi dari rasa Ketuhanan setiap manusia terhadap Sang Pencipta.

Karena itu, olah raga, olah batin atau jiwa hingga olah sukma menjadi sangat penting untuk dijaga agar tetap seimbang, sehingga mampu melahirkan tatanan yang harmoni — sehat raga, jiwa dan sukma — untuk mencercap kebahagian yang bersifat lahir maupun batin yang sepenuhnya dikendalikan oleh Sukma. Jadi liputan oleh batin atau jiwa maupun Sukma itu merupakan bagian dari yang terpenting dalam upaya mengolah potensi yang ada dalam setiap diri manusia.

Olah raga yang bersifat fisik perlu dilakukan secara teratur dan terukur untuk menjaga kebugaran tubuh, sehingga hidup tidak harus mengandalkan kemampuan fisik. Maka itu diperlukan olah pikir yang meliputi ilmu maupun pengetahuan yang dapat diperoleh dari pembelajaran serta pengalaman, sehingga sifat dan sikap dalam upaya pengembaraan batin dan jiwa sangat diperlukan dalam proses mensucikan, melakukan pengendalian dan penguatan batin atau jiwa agar selaras dan harmoni bagi tubuh dalam proses menata nilai-nilai yang benar jujur, tulus dan ikhlas serta tabah dan kuat menghadapi segenap rintangan maupun tantangan.

Dalam mekanisme kerja dari fungsi yang ada di dalam tubuh manusia dapat memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi untuk memahami dan mengenali siapa diri kita yang sesungguhnya, sehingga sikap dan sifat yang ugahari dapat bersemayam di dalam jiwa atau batin yang teduh dan jernih, tanpa bisa dikontaminasi oleh hal-hal yang buruk maupun yang busuk. Pada gilirannya, kekurangan dan kelebihan dari potensi yang ada di dalam diri dapat memiliki nilai manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sehingga tujuan hidup dapat terukur dan terkendali, tidak sampai of side keluar dari batas kemampuan serta kewajaran yang layak dan pantas.

Dalam kontek inilah rasa malu serta harga diri dapat terus dijaga, agar tidak sampai menggradasi harkat dan martabat mulia sebagai manusia di hadapan manusia yang lain maupun di hadapan Tuhan. Demikian juga dengan kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga tidak sampai terjebak oleh birahi duniawi yang bisa merusak diri sendiri maupun orang lain. Bahkan terkadang merusak alam lingkungan — fisik maupun sosial dan keagamaan — yang sepatutnya harus tetap terjaga dan terpelihara secara bersama manusia lainnya.

Pada intinya, esensi dari oleh batin atau jiwa itu adalah untuk mengasah kepekaan menuntun hidup dan kehidupan dengan cara yang lebih tenang, nyaman dan luhur tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga harus dan mutlak untuk dirasakan oleh orang lain. Meski hanya dalam kalangan yang terbatas.

Demikian pada akhirnya manusia cenderung lebih dominan untuk melakukan oleh pikir, sehingga usaha untuk mengasah akal pikiran yang lebih cerdas acap melebihi hasrat mempertahan kecerdasan spiritual dibanding kecerdasan intelektual. Atau bahkan akibatnya dominan menjadi tersesat — seperti seorang pengembara yang tersesat di jalan terang. Karena begitu yakin bahwa cara berpikir dengan cara intelektualitas, dianggap lebih unggul dari cara berpikir spiritualitas.

Oleh karena itu, keambrukan dalam dunia pendidikan nasional kita di Indonesia — termasuk di sejumlah negara besar yang dianggap maju dan telah mampu membangun peradaban baru manusia yang paling kampiun — adalah pengabaian nilai-nilai spiritualitas, hingga menenggelamkan etika, moral dan akhlak yang merupakan tiang pancang dari tegaknya fondasi spiritualis yang kukuh untuk menangkal sikap tamak, perilaku yang rakus serta perbuatan yang culas untuk merampas hak orang lain. Seperti korupsi, menyalahgunakan wewenang atau jabatan hingga penyelewengan dan perselingkuhan serta pengkhianatan, entah kepada orang per orang — mulai dari dalam keluarga hingga di lingkungan kerja — di wilayah swasta maupun di pemerintahan. Sebab kerusakan negara dan juga bangsa yang ada di dunia — apalagi Indonesi sekarang — karena perilaku para intelektual yang tidak memiliki etika, hampa moral dan akhlak sebagai manusia yang tak lagi bernilai luhur dan tidak juga mulia seperti fitrah yang telah dianugrahi oleh Tuhan sebagai khalifatullah — wakil Tuhan — di muka bumi ini.

Red.

banner 728x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *