Transformasi Terorisme Dalam Politik di Indonesia.
Daniel Tambunan
Jakarta, petenews.co.id
Mengutip temuan penelitian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT, 2023) yang berjudul “Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook”, salah satu point penting di dalamnya adalah potensi peningkatan aktivitas ekstremisme kekerasan mengarah pada terorisme yang berhubungan erat dengan momentum penting seperti Hari Besar Keagamaan, respons terhadap jaringan teroris internasional (ISIS), dan yang saat ini membutuhkan perhatian serius yaitu Agenda Politik Nasional melalui Pemilihan Umum.
Hanya dalam waktu beberapa waktu lagi, tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, Pesta Demokrasi akan kembali diadakan di Indonesia. Rakyat Indonesia akan memilih pemimpin dan wakilnya untuk lima tahun ke depan.
Kita berharap pemilu ini akan berjalan dengan kondusif, bebas dari isu-isu seperti money politic, black campaign, politik identitas, hoaks dan narasi kebencian yang sering kali digunakan untuk menyerang calon lain serta potensi propaganda yang dihasilkan oleh kelompok radikal menjelang Pemilu 2024.
Daniel Tambunan pernah menjabat sebagai Kasat Reskrim di Polres Kendal, Polda Jawa Tengah.
Melihat potensi ancaman terorisme yang terjadi pada kontestasi pemilu pada tahun 2019, dalam dua tahun menjelang pemilihan Kepala Daerah dan Presiden, telah terjadi sebanyak 30 serangan teroris.
Angka ini bisa lebih tinggi lagi apabila Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror Mabes Polri tidak berhasil menggagalkan serangan, seperti rencana pemboman KPU pada Mei 2019 oleh kelompok Jama’ah Ansharut Daulah (JAD) di Bekasi.
Ancaman terorisme selama pemilu dapat mencakup serangan bom, serangan bersenjata, atau tindakan sabotase lainnya yang bertujuan menciptakan ketidakstabilan dan ketakutan.
Potensi ancaman ini tampak dari penangkapan 16 orang terduga teroris di Sumatera Barat pada bulan Maret lalu oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Bukti yang ditemukan menguatkan bahwa kelompok yang mengidentifikasi dirinya sebagai jaringan NII Sumatera
Barat sedang merencanakan penggulingan pemerintahan sebelum Pemilu 2024.
Tujuan mereka adalah ketika negara berada dalam situasi kekacauan, maka label “Fail State” akan melekat pada negara kita. Dalam situasi seperti itu, paham radikal bisa dengan mudah disusupkan.
Konteks Terorisme di Indonesia Terorisme bukanlah tindak kejahatan biasa. Dalam Undang-Undang 5/2018, negara kita mendefenisikannya sebagai tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan tujuan menimbulkan teror atau ketakutan secara meluas.
Terorisme digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, termasuk tujuan ideologis dan politik seperti memisahkan diri dari negara dengan menggunakan ancaman kekerasan yang ditujukan kepada warga sipil. Dalam perspektif Bruce Hoffman seperti yang bisa ditelusuri dalam bukunya “Inside Terrorism” (2006), terorisme mengancam ideologi negara dan masyarakat global dengan mempromosikan ideologi radikal dalam bentuk sistem politik nasional seperti negara Islam, atau dalam konteks politik internasional berupa kekhalifahan.
Selama lima tahun terakhir, ada beberapa kelompok teroris yang aktif di Indonesia, seperti Jama’ah Ansharut Daulah (JAD), Jama’ah Ansharut Khilafah (JAK), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dan Anshor Daulah, semuanya terafiliasi dengan ISIS.
Proses rekrutmennya berlangsung pada berbagai saluran termasuk internet, buku dan juga melalui komunikasi telepon. Kelompok ini juga aktif mempropagandakan pahamnya melalui situs web yang digunakan untuk menyebarkan ajaran radikal, merekrut kader-kader baru, serta memotivasi anggotanya untuk berjihad.
Meminjam pandangan Angel Damayanti (2017), motivasi dan pola aksi terorisme di Indonesia sangat beragam. Dalam mencapai tujuannya, kelompok teroris yang masih aktif di Indonesia berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan menggantikan dasar Negara Pancasila dengan ideologi lainnya, seperti negara Islam atau kekhalifahan Islam.
Angel menyebutnya sebagai terorisme berbasis religius. Kaitannya dengan hal tersebut, berdasarkan data, saat ini Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat kedua setelah Jawa Barat sebagai provinsi yang paling rentan terhadap ancaman terorisme, lalu menyusul Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sulawesi Selatan.
Dengan tambahan variabel data penangkapan, maka ada potensi pergeseran ancaman terorisme ke Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Lampung.
Perubahan tren terorisme, “From Bullet To Ballot”
Sebagai tambahan, temuan BNPT juga menyebutkan bahwa ada kelompok radikal dan jaringan terafiliasi dengan terorisme, termasuk kelompok intoleran, yang mencoba masuk ke dalam partai politik.
Mereka telah mengubah strategi untuk terlibat dalam kontestasi politik. Modus baru ini menjadi upaya untuk mencapai tujuan dengan harapan terpilih sebagai anggota legislatif maupun eksekutif, sehingga propaganda terorisme dapat disebarluaskan dengan lebih mudah melalui arena kekuasaan.
Sebagaimana yang diprediksi oleh David Philips (2009), pergeseran ini disebut sebagai “from bullet to ballot”. Kelompok yang mengusung ideologi kekerasan dan terorisme kini menerapkan strategi dengan menggabungkan jihad perang dengan bentuk jihad lainnya termasuk melalui politik. Sebab dengan menguasai dunia politik, kelompok ini dapat menguasai sektor pendidikan dan agama yang akan dimanfaatkan dalam penyebaran doktrin radikal yang mereka anut.
Dalam konteks ini, pemilu sebagai titik sentral dalam proses demokrasi menjadi tempat kelompok ekstrimis merubah strategi dari kekerasan menjadi kontestasi elektoral.
Artikel ini bertujuan menambah asupan persepektif yang lebih baik tentang ancaman terorisme yang tidak hanya berdampak pada aspek keamanan, tetapi juga pada proses politik dan stabilitas negara kita.
Penting bagi pemerintah, terutama pemangku kepentingan di bidang keamanan (Polri) serta penyelenggara dan pengawas pemilu yaitu KPU dan Bawaslu untuk lebih waspada dalam menghadapi gerakan radikal terorisme yang berpotensi muncul menjelang
pemilu. Selain itu, diperlukan kolaborasi lintas sektoral dalam menanggulangi terorisme secara menyeluruh khususnya dalam aspek kontra-radikalisasi, program deradikalisasi, promosi moderasi beragama dan penguatan semangat kebangsaan, sekaligus juga merangkul kalangan muda terutama pemilih milenial yang masih minim pengalaman dalam dunia politik. Yang dibutuhkan saat ini adalah penyediaan data dan informasi yang akurat tentang isu politik, kandidat dan partai politik agar pemilih dapat membuat pilihan berbasis data dan fakta.
Indonesia adalah negara yang muncul atas semangat nasionalisme dan kesepakatan yang dikenal sebagai “Darul Mitsaq”, dengan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan yang sudah final.
Melalui Pemilu 2024, Demokrasi Indonesia harus semakin matang. Persatuan bangsa adalah hal yang senantiasa kita jaga bersama dalam proses politik.
Masyarakat tidak boleh dengan mudah terprovokasi oleh isu yang belum terbukti kebenarannya, karena bekerjanya terorisme sering memanfaatkan perpecahan sosial dan agama untuk menciptakan konflik. Sebagai pemilih yang bijak, maka terlebih dahulu teliti rekam jejak calon yang akan dipilih.
Kita perlu mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil oleh Polda Jateng, yang secara konsisten menghimbau masyarakat untuk aktif dalam mengawasi dan melaporkan
aktivitas yang mencurigakan yang terkait dengan kelompok yang terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Langkah-langkah ini juga sebaiknya disertai dengan edukasi terhadap masyarakat melalui para Bhabinkamtibmas yang bisa menyentuh hingga lapisan tingkat desa maupun RW, maupun melalui saluran media sosial sehingga masyarakat dapat mengenali tanda-tanda kelompok yang terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Untuk menjaga agar Indonesia tetap aman, kita juga harus berupaya mencegah penyalahgunaan media sosial agar tidak menjadi tempat yang subur bagi penyebaran narasi intoleran dan ujaran kebencian terutama menjelang pemilu 2024. Perlu diingat bahwa masa
depan bangsa kita selama lima tahun ke depan akan ditentukan oleh proses politik ini. Selamat merayakan demokrasi, mari bersama-sama kita jaga perdamaian dan persatuan bangsa kita.
Referensi BNPT, I.-K. (2023).Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook. Jakarta.
Hoffman, B. (2006). Inside Terrorism. New York: Columbia University Press.
Phillips, D. (2009). From Bullets to Ballots. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
Yunanto, S., & Damayanti, A. (2017). Ancaman dan Strategi Penanggulangan Terorisme di Dunia dan Indonesia. Jakarta: Institute For Peace and Security Studies ( IPSS).
Mario Sandy/Red.